Senin, 13 Desember 2010

Kebakaran Hutan dan Asap

 
Tiga komponen diperlukan bagi api agar dapat menyala dan mengalami proses pembakaran (Countryman, 1975). Pertama, harus tersedia bahan bakar yang dapat terbakar. Selain itu, panas yang cukup, yang digunakan untuk menaikkan temperatur bahan bakar hingga ke titik penyalaan. Dan akhirnya, harus terdapat pula cukup udara untuk menyuplai oksigen yang diperlukan. Oksigen diperlukan untuk menjaga proses pembakaran agar tetap berjalan dan untuk mempertahankan suplai panas yang cukup sehingga memungkinkan terjadinya penyalaan bahan bakar yang sulit terbakar. 

 Ketiga unsur itu, yaitu bahan bakar, panas, dan oksigen, yang memungkinkan timbulnya api disebut dengan segitiga api (fire triangle). Api tersebut hanya dapat terjadi bila ketiga komponen berada pada saat yang bersamaan, jika tidak tak akan ada api sama sekali. Untuk itu, prinsip dasar dalam usaha pencegahan atau pengendalian terjadinya kebakaran hutan dilakukan dengan cara memutuskan salah satu dari ketiga komponen tersebut. Hal yang umum dilakukan adalah dengan cara mengurangi peran komponen bahan bakar dan panas yang dapat dilakukan dengan berbagai macam teknik.

Terjadinya kebakaran
Dasar dari proses terjadinya kebakaran adalah proses pembakaran secara kimia dan fisika.Energi yangtersimpan dalambiomassa dilepaskanpada saatbahan-bahanseperti daun,rumput, ataukayu berkombinasidengan oksigenmembentuk karbondioksida (CO), air, dan sejumlah substansi lain. Dalam kata lain,reaksi inimerupakan reaksikebalikan darifotosintesis, dimanaCO, air, dan energi matahari berkombinasi memproduksi suatu energi kimia simpanan dan oksigen, seperti yang tergambar di bawah ini:

Reaksi pembakaran
(C) + O +sumberpenyulutan (panas)= == == è CO +HReaksi fotosintesis
CO +H + O

Intensitas kebakaran
Bagaimana api beraksi dan bagaimana cepatnya laju penjalaran api ditentukan oleh intensitas kebakarannya. Intensitas kebakaran akan secara langsung mempengaruhi tingginya tingkat kerusakan, dan selanjutnya menentukan berapa luas tajuk tanaman yang akan dikonsumsi, mati atau tidak tersentuh oleh api. Laju penjalaran api dari api muka akan menentukan waktu tetap untuk suhu api yang mematikan pohon pada suatu titik yang diberikan, suatu faktor yang relevan untuk kehidupan hewan dan tanaman.

Berlanjutnya flame front akan menentukan apakah hewan dapat menyelinap melalui belakang api ke daerah terbakar yang relatif aman. Selain itu, faktor-faktor yang memungkinkan terjadinya penjalaran juga akan mempengaruhi perilaku api. Sebagai contoh, dengan aerasi yang baik, maka bahan bakar halus akan terbakar lebih intensif dan menjalar dengan lebih cepat.

"Hazard" utama
Hazard (bahaya) utama sebagai hasil dari peristiwa kebakaran maupun pembakaran hutan dan lahan adalah produksi asap disertai dengan kehadiran partikel. Nyala adalah bagian spektakuler dari sebuah api (Debano et al, 1998), simbol umum dari api adalah asap (smoke).

Ratusan senyawa dihasilkan selama reaksi exothermic pembakaran. Senyawa ini dilepaskan melalui oksidasi maupun ke atmosfer. Banyak dari senyawa ini mempunyai temperatur penguapan yang tinggi dan sebagai konsekuensinya selalu siap berkondensasi menjadi jelaga, ter, dan air dalam kolom pendinginan udara di atas api, menghasilkan awan dari asap yang dapat dilihat.

Dampak asap dan penyusunnya terhadap lingkungan dapat bervariasi, mulai dari yang bersifat lokal, yaitu menghalangi pemandangan, hingga kemungkinan pemanasan iklim global. Dampak ini sebagian besar merupakan hasil dari produk kimia utama dan emisi sekunder dari pembakaran.

Produk kimia utama
Produk kimia utama dari pembakaran adalah termasuk produk kimia yang mudah menguap (tetapi tidak teroksidasi) selama proses pembakaran, membentuk rantai secara parsial atau seluruh oksidasi sempurna dari bahan bakar organik dan membentuk pyrosynthesis selama pembakaran. Beberapa dari produk ini adalah CO,dan uapair,adalah pengisinormal dariatmosfer, tetapiyang lainnyasering kalimerupakan polutanudara. Polutanudara yangdimaksud adalahpartikel-partikel,CO, SO, NO, danozon(O).

Karbon dioksida (CO)
Emisi terbesar yang dilepaskan ke atmosfer sebagai hasil dari pembakaran adalah CO.Bersamadengan uapair, CO mencapai 90 persen dari emisi atmosfer dari kebakaran, dan sebagian besar (80-90 persen) adalahemisi C.Karbon dioksida merupakan 99 persen dari emisi C dalam kebakaran yang efisien, yaitu pembakaran yang menghabiskan sebagian besar bahan bakar, jika tidak semua, dari bahan bakar tersedia, tetapi hanya 50 persen dalam intensitas rendah smoldering fire.

Meskipun bukan polutan udara, senyawa bahan kimia ini merupakan gas rumah kaca. Oleh karena itu, mempunyai potensi untuk berdampak pada iklim global melalui pemanasan atmosfer Bumi.

Karbon monoksida (CO)
Karbon monoksida (CO) umumnya dihasilkan melalui pembakaran tidak sempurna dari bahan bakar yang lembab (basah), dan termasuk polutan udara. Jumlah CO yang dilepaskan oleh api adalah fungsi efisiensi pembakaran, meningkat bila efisiensi jatuh (tidak efisien).

Dampak CO terhadap kesehatan manusia sebagian besar bergantung pada lamanya penyebaran, konsentrasi CO dan tingkatan aktivitas fisik. Pemadam kebakaran yang terlibat langsung dalam kegiatan pemadaman atau pembangunan sekat bakar dekat lokasi pembakaran, harus berhati-hati terhadap dampak CO, yaitu pusing, lelah/lesu, dan kehilangan konsentrasi dan orientasi.

Hidrokarbon
Hidrokarbon yang dilepaskan oleh ratusan pembakaran merupakan grup senyawa yang bermacam-macam, dan berbeda dalam reaktivitas atmosfernya bergantung kepada struktur kimianya. Aliphatic hydrocarbon yang mengandung jumlah maksimal dari atom hidrogen, relatif tidak aktif di udara. Senyawa hidrogen yang jenuh ini membuat hingga 15 persen emisi hidrokarbon dalam smoldering fire, dan 30 persen selama fase flaming dari satu kebakaran (Sandberg et al, 1975).

Hidrokarbon sebagai satu grup tidak dipertimbangkan termasuk kriteria polutan udara meskipun jejak hidrokarbon dapat berdampak terhadap kualitas udara (mengurangi pandangan) dan kesehatan manusia. Hidrokarbon yang berhubungan dengan kualitas udara dan kesehatan manusia adalah aldehid dan Polynuclear Aromatic Hydrocarbon (PAH). Aldehid yang terdapat di dalam asap akan menyebabkan iritasi mata, hidung, dan perut. Aldehid juga dapat mempengaruhi penampilan pemadam kebakaran melalui depresi laju pernapasan. Produksi aldehid dalam kebakaran berkisar antara 0,6 persen hingga 2,5 persen dari berat bahan bakar.

Methane adalah gas rumah kaca ketiga terbesar berlimpah yang didistribusikan terhadap pemanasan global. Kira-kira 10 persen methane dilepaskan ke dalam atmosfer setiap tahun datang dari pembakaran biomassa (Andreae, 1991). Semua hidrokarbon lain yang dilepaskan kedalam atmosfer pada laju kira-kira 70 persen dari emisi methane.

Nitrogen dan SO
Produksi NO melalui pembakaran sebagianbesar bergantungkepada kandunganNdari bahanbakar yangdikonsumsi. KeduanyaNO dan NO adalah gas-gas reaktif yang dilepaskan dari pembakaran (Lobart dan Wanatz, 1993). NO secaratermal adalahproduk yangstabil daripembakaran. MeskipunNO kurang stabil dari NO, kelimpahannya meningkat dalam smoldering fire.

Konversi N bahan bakar ke NO dapat bervariasi dari kira-kira 5 persen untuk kayu hingga mendekati 40 persen untuk tanah organik, ada fungsiyang linearantara Nbahan bakardan emisiNO ke dalam atmosfer dalam plume asap (Clements dan McMahon, 1980). Nitrogen oksida diklasifikasikan sebagai polutan udara, dan sebagai tambahan adalah berfungsi sebagai perintis jalan pada pembentukan ozon, polutan udara yang lain.

Senyawa nitrogen lain yang dilepaskan dari kebakaran termasuk ammonia, nitrit berat molekul rendah, hidrogen sianida, acetronitrile, asam nitrik, asam amino, dan senyawa N heterosiklik.

Sulfur oksida membuat S sebagai emisi utamadari kebakaran.Sementara itu,SO adalah polutan udara, tetapi tidak begitu dipertimbangkan, sebagian besar karena dia membuat fraksi yang relatif kecil penyusun asap. Antara 40 persen hingga 60 persen dari S dalam bahan bakar yang dikonsumsi tertinggal dalam abu setelah kebakaran.

Penyebaran asap
Penyebaran asap sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca terutama angin (kecepatan dan arah) dan stabilitas atmosfer (stabil, tidal stabil dan netral). Pada keadaan atmosfer tidak stabil dimana massa udara dari permukaan mengalami pengangkatan dan massa udara akan cenderung naik terus, maka asap akan mudah menyebar dan mengalami pencampuran dengan udara sehingga asap tidak tertahan pada lapisan troposfer bawah dekat permukaan.

Situasi seperti ini tidak membahayakan dari segi pencemaran akibat asap. Pada keadaan atmosfer stabil di mana massa udara akan mengalami pengangkatan sampai ketinggian tertentu dan akan turun kembali, maka hal ini akan sangat berbahaya karena akan menyebabkan asap terangkat, tetapi kemudian dapat turun kembali di daerah lain.

Hal ini menjelaskan mengapa asap di Indonesia dapat mencapai negara tetangga atau yang biasa kita kenal dengan istilah transboudary haze pollution. Pada keadaan atmosfer netral di mana massa udara akan tetap (tidak mengalami pengangkatan dan tidak turun), maka asap yang timbul akan bertahan di daerah asalnya sehingga hal itu juga berbahaya bagi kesehatan dan dapat mengganggu aktivitas.

Pada partikel, partikel-partikel kecil akan terbawa oleh gerakan angin sebagaimana gas dan juga melalui gerak partikel vertikal udara (konveksi) sehingga dapat terbawa hingga ke lapisan atas atmosfer.

Partikel
Bahan partikel adalah salah satu yang terpenting dari produk kimia yang dilepaskan api karena kepentingannya terhadap kesehatan manusia dan dampaknya pada penglihatan. Emisi partikel mendegradasi kualitas udara dengan mengurangi jarak pandang, dan dalam beberapa contoh mereka mengganggu kesehatan manusia melalui gangguan pernapasan.

Distribusi ukuran partikel di dalam asap bervariasi, sebagian besar bergantung kepada bahan kimia dan tipe bahan bakar yang dikonsumsi dan panas yang dilepaskan yang merupakan karakteristik dari masing-masing individu api. Monitoring plume asap dari udara yang berasal dari pembakaran limbah vegetasi sudah diketahui mempunyai ukuran 0,15 milimeter dan lebih dari 43 milimeter (Radke et al, 1990).

Partikel yang lebih besar yang ditemukan dalam plume asap terbentuk karena turbulensi udara bukan melalui pembakaran. Ukuran kecil dari partikel-partikel yang ditemukan dalam plume asap memungkinkan beberapa bahan partikel dapat terbawa ke dalam jaringan paru-paru.

 Sumber : http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0310/20/sorotan/633311.htm


0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Favorites More