Senin, 20 Desember 2010

Mengapa nuklir tidak termasuk energi terbarukan?


Barangkali pernah muncul di dalam benak kita, mengapa energi nuklir bukan termasuk energi terbarukan? Padahal mungkin sering kita dengar argumentasi bahwa energi nuklir tidak ada habisnya. Untuk meyakinkan publik, para pendukung energi nuklir mengatakan bahwa matahari (sebagai sumber energi terbarukan di dunia ini) pada dasarnya merupakan pembangkit energi nuklir alam. Tepatkah argumentasi ini?

Untuk mulai menjawab pertanyaan ini, pertama kita perlu merujuk kembali definisi energi terbarukan. Rupanya ada beberapa definisi mengenai energi terbarukan, diantaranya adalah:
  1. Setiap sumber energi yang secara alamiah dapat dibangkitkan kembali dalam waktu yang singkat dan merupakan turunan langsung maupun tidak langsung dari energi dari matahari atau dari energi pergerakan dan mekanisme alamiah lainnya. Energi terbarukan tidak termasuk sumber energi yang dihasilkan dari bahan bakar fosil, atau produk sisa dari fosil, atau produk sisa sumber non-organik [sumber].
  2. Sumber energi yang secara alamiah tiada habisnya tetapi terbatas dalam alirannya. Energi terbarukan bisa dikatakan tidak akan habis menurut fungsi waktu, akan tetapi energi per satuan waktu yang tersedia terbatas [sumber].
Jika merujuk pada pengertian tersebut sekilas ada peluang energi nuklir masuk dalam kategori ini, dengan asumsi bahwa ketersediaan energi nuklir secara virtual tak terbatas.

Pertanyaanya apakah benar bahwa dengan teknologi yang ada saat in, manusia bisa memanfaatkan energi nuklir dengan tiada habisnya? Jawabannya tenyata tidak. Mengapa?

Teknologi nuklir yang paling banyak digunakan saat ini adalah teknologi fusi fisi dengan bahan bakar sekali pakai (once through). Teknologi ini menggunakan uranium alam sebagai bahan bakar. Dengan jumlah PLTN seperti saat ini, uranium alam yang tersedia akan habis dalam waktu kurang lebih satu abad. Jika jumlah konsumsi energi nuklir meningkat maka tentu akan habis dalam waktu yang lebih singkat.

Ada teknologi yang disebut nuclear spent fuel reprocessing, atau pemrosesan kembali bahan bakar nuklir habis pakai. Dengan teknologi ini sebagian bahan bakar habis pakai dapat digunakan kembali, sehingga cadangan uranium alam yang ada bisa digunakan untuk jangka waktu yang jauh lebih panjang, mungkin hingga ribuan tahun. Namun reprocessing mengandung resiko paparan radiasi yang sangat tinggi karena proses ini dilakukan di luar reaktor dan melibatkan proses kimia yang relatif kompleks serta rentan kecelakaan.

Teknologi yang lain adalah dengan menggunakan reaktor yang disebut fast breeder reactor. Secara teori, teknologi ini bahkan bisa menghasilkan bahan bakar nuklir yang lebih besar dari yang digunakan. Namun demikian, teknologi ini hingga kini masih sekedar konsep. Walaupun sudah dicoba secara experimental, sangat diragukan akan mampu digunakan secara komersial. Disamping itu, teknologi ini mengandung resiko yang sangat besar karena fast breeder reactor membutuhkan pendingin logam cair yang sangat mudah meledak dan jika sampai terjadi kebocoran akan sangat membahayakan lingkungan. Disamping itu pengendalian reactor ini jauh lebih kompleks dari reaktor konvensional, akibatnya, tingkat keandalan reaktor tersebut sangat rendah.

Anggaplah teknologi tersebut dapat direalisasikan, apakah dengan demikian nuklir bisa dikategorikan sebagai energi terbarukan? Jawabnya, sekali lagi tidak.

Kalau kita bandingkan antara sumber energi terbarukan dengan nuklir ada satu perbedaan yang sangat tajam. Energi terbarukan itu bersifat ramah lingkungan sementara dari tinjauan apapun energi nuklir justeru mengancam lingkungan dan membahayakan keselamatan. Mulai dari proses penambangan uranium, konversi dan fabrikasi bahan bakar, pengoperasian, pengelolaan limbah hingga penyimpanan akhir limbah nuklir, semuanya mengancam lingkungan dan keselamatan. Disamping itu perlu diingat, bahwa kerusakan yang ditimbulkan oleh kecelakaan nuklir bersifat irreversible (tidak bisa diperbaiki kembali).

Kalau kita telusuri semua proses tersebut maka tidak terbantahkan bahwa nuklir jauh dari sifat-sifat energi terbarukan, bahkan dampakanya jauh lebih buruk dari energi fosil.



0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Favorites More