Laut dapat menjadi solusi untuk sebagian permasalahan dibidang energi mengingat laut adalah sumber energi yang dapat digunakan tanpa harus mengeluarkan biaya.
Salah satu teknologi pemanfaatan energy yang ada dilaut adalah Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC), yaitu teknologi menkonversi energi termal yang ada pada laut akibat radiasi sinar matahari menjadi tenaga listrik. Teknologi ini diharapkan akan menjadi teknologi penghasil listrik yang sangat kompetitif di masa depan.
Salah satu teknologi pemanfaatan energy yang ada dilaut adalah Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC), yaitu teknologi menkonversi energi termal yang ada pada laut akibat radiasi sinar matahari menjadi tenaga listrik. Teknologi ini diharapkan akan menjadi teknologi penghasil listrik yang sangat kompetitif di masa depan.
Negeri kita dikaruniai oleh Sang Pencipta kekayaan gas alam dan batu bara melimpah, sinar matahari memancar sepanjang tahun, serta kekayaan sumber daya alam terbarukan yang tersedia dalam jumlah yang tak terhingga. Luas lautan di seluruh dunia hampir menyelimuti tujuh puluh persen permukaan bumi, dimana permukaan laut dipanaskan secara terus menerus dengan bantuan sinar matahari, dan sekitar Sembilan puluh persen dari energi matahari yang menyinari lautan ditampung oleh laut.
Hal ini menjadikan laut sebagai penampung energi sinar matahari dan sistem penyimpanan energi yang terbesar di dunia yang belum termanfaatkan. Energi konversi termal di laut oleh radiasi sinar matahari belum terpikirkan untuk dijadikan tenaga listrik sehinggga defisit pasokan listrik yang masih melanda sebagian besar wilayah Indonesia dapat teratasi.
Peran laut bagi industri energi listrik saat ini, masih sebatas jalur transportasi yang mengangkut pasokan bahan bakar seperti batu bara dan BBM, sebagai tempat pembuangan sisa air pendingin turbin PLTU atau bahan baku penghasil uap untuk menggerakan turbin PLTU.
Padahal, dengan kekayaan nir hayati ini diantaranya energi yang bisa dihasilkan baik dari arus air laut, pasang surut, gelombang maupun energi thermalnya, seharusnya seluruh penjuru Tanah Air beserta, rumah-rumah penduduk dialiri listrik berkecukupan, segala kegiatan usaha bisa beroperasi 24 jam berkelanjutan dan menghasilkan produk-produk bermutu dan berdaya saing.
Kenyataannya berbeda. Selama belasan tahun terakhir, electrification ratio (rasio kelistrikan) tidak menunjukkan perkembangan yang signifikan. Jika dibandingkan dengan Filipina 80 persen, Vietnam yang sudah 79 persen, Thailand 84 persen, dan China 99 persen.
Di antara 12 negara sekawasan, Indonesia diperingkat 11, yakni hanya sekitar separuh rumah tangga yang beroleh aliran listrik (Basri, 2008)
Pemadaman listrik bergilir yang masih melanda sebagian besar wilayah Indonesia akibat defisit pasokan listrik tidak hanya mengganggu aktifitas masyarakat dan kelimpungan industri kecil, namun krisis listrik yang terjadi belakangan ini mengancam masuknya investasi, khususnya investasi di sektor industri yang tengah gencar dikampanyekan pemerintah, padahal investasi tersebut diharapkan sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi nasional.
Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC) adalah teknologi untuk menkonversi energi termal yang ada pada laut akibat radiasi sinar matahari menjadi tenaga listrik. OTEC dapat menghasilkan tenaga listrik secara signifikan apabila perbedaan antara temperatur permukaan laut dan temperature kedalaman laut mencapai 20°C (36°F), kondisi ini banyak terjadi di daerah tropis.
OTEC adalah teknologi energi yang mengubah radiasi sinar matahari yang tersimpan di lautan menjadi tenaga listrik. Konsep teknologi konversi thermal ini sebenarnya telah diperkenalkan sejak tahun 1881 oleh fisikawan prancis bernama Jacques Arsene d'Arsonval dan sistem OTEC dengan memanfaatkan perbedaan suhu antara permukaan air laut dengan laut dalam sebagai penggerak siklus pembangkit energy telah dicobakan pertama kali pada tahun 1930 di Kuba.
Sistem tersebut menghasilkan listrik 22 kilowatt dengan turbin bertekanan rendah. Seiring dengan semakin meningkatnya pengembangan energy alternative, beberapa negara telah turut mengembangkan teknologi ini, antara lain Jepang dan India, Taiwan, Sri Lanka, Fiji, Jamaika, dan China.
Prinsipnya, pada teknologi OTEC, aliran panas diganti dengan pemanfaatan perbedaan suhu air laut akibat pemanasan sinar matahari untuk menggerakkan turbin dan menghasilkan energi listrik. Sistem ini dapat berupa siklus tertutup, terbuka, ataupun kombinasi keduanya (hybrid).
Siklus tertutup menggunakan fluida kerja bertitik didih rendah, seperti ammonia, untuk menggerakkan turbin pembangkit listrik. Air dari permukaan laut yang lebih panas dipompa memasuki alat penukar panas pertama (evaporator) untuk menguapkan ammonia. Uap ammonia kemudian digunakan untuk menggerakkan turbin penghasil energi listrik. Selanjutnya air laut dalam yang lebih dingin dipompakan ke alat penukar panas kedua (kondensor) untuk mengembunkan uap ammonia, yang kemudian digunakan kembali dalam sistem.
Aliran panas mengalir dari reservoir suhu tinggi ke reservoir suhu rendah melalui sebuah mesin yang mengubah energi panas menjadi energi kerja, sedangkan alat refrigerator digunakan untuk membalik proses tersebut. Sedangkan OTEC dengan sistem siklus terbuka menggunakan air laut hangat itu sendiri sebagai fluida kerja.
Air laut permukaan yang suhunya cukup hangat dievaporasikan dalam tabung vakum untuk menghasilkan uap bertekanan sekitar 2,4 kilo pascal. Tekanan uap menggerakkan turbin yang mengaktifkan generator untuk menghasilkan aliran listrik. Setelah itu uap air laut dikondensasikan oleh air laut dingin yang dipompa dari kedalaman.
Kemajuan teknologi yang terakhir menemukan sistem OTEC yang dinamakan sistem hibrid. Sistem ini menggabungkan kelebihan dari sistem siklus terbuka dan sistem siklus tertutup. Dalam sistem hibrid ini, air laut hangat dievaporasikan dalam tabung vakum menghasilkan uap, uap ini kemudian digunakan menguapkan fluida kerja agar bertambah tekanannya. Tekanan fluida kerja inilah yang digunakan untuk menggerakkan turbin generator. Uap air laut itu kemudian dikondensasikan menghasilkan air suling (Hendrawan, 2003)
Negara kita dikaruniai kekayaan kepulauan yang terletak di daerah tropis, di mana perairan di wilayah Indonesia umumnya memiliki perbedaan suhu air permukaan dan laut dalam yang sangat tinggi, serta memiliki intensitas gelombang laut yang kecil, sehingga sangat cocok dalam pengembangan teknologi konversi thermal.
OTEC akan menjadi teknologi penghasil listrik yang sangat kompetitif di masa depan. OTEC merupakan satu alternatif sumber energi yang menjanjikan terutama bagi komunitas di daerah tropis yang dapat memproduksi listrik hingga skala gigawatt, dan dengan penggabungan dengan sistem elektrolisis, akan menghasilkan hidrogen cukup untuk menggantikan konsumsi bahan bakar fosil dunia.
Manfaat lain dari OTEC ini yaitu dapat meningkatkan perekonomian warga pesisir pantai. Pasalnya, selain bisa menghasilkan listrik, industri ini bisa mengubah air asin menjadi air tawar untuk disalurkan kepada masyarakat pesisir. Manfaat lain dari OTEC ini seperti mengubah air alut menjadi air mineral, mengairi daerah pertanian sekitar pantai serta bisa juga dipergunakan sebagai alat pendingin seperti yang terjadi di Jepang.
Road map untuk pemanfaatan energy alternative dengan menggunakan sumber energy kelautan masa mendatang perlu menjadi perhatian khusus pemerintah dengan melakukan penelitian pemetaan potensi energy thermalnya pada seluruh kawasan laut Indonesia yang memiliki potensi pengembangan energy terbarukan.
Perhatian pemerintah terhadap pemberian tanggungjawab perguruan tinggi untuk memulai penelitian-penelitian sumber energy kelautan, tentunya dengan dana dan fasilitas harus segera terlaksana jika ingin mengikuti perkembangan Departemen Energi Amerika Serikat (DOE) yang telah berhasil membangun instalasi OTEC di Keahole, Hawaii. OTEC tersebut mampu menghasilkan tenaga listrik sebesar 50000 watt, memecahkan rekor OTEC Jepang yaitu 40000 watt.
Sumber : berbagai referensi
0 komentar:
Posting Komentar