Terumbu tiram berkurang, karena dipanen berlebihan dan polusi mengurangi persediaan sebanyak 98 persen selama dua abad terakhir.
Dengan  meningkatnya kesadaran akan peran tiram sebagai penyaring air, mencegah  erosi, menjaga pantai dari kerusakan badai, dan menyediakan habitat  bagi organisme lain, para peneliti telah menyelidiki bagaimana  pembentukan terumbu tiram untuk lebih memahami dan memberikan petunjuk  potensial organisme untuk proyek pengenalan kembali tiram.
Pada saat yang sama, para peneliti juga mempelajari  berbagai perekat hewan laut, mengungkap sifat dasar yang dapat  menghasilkan inovasi baru dari penggantian untuk memulihkan luka medis  guna melapisi permukaan yang terus ditularkan melalui air oleh hewan  laut pembonceng.
Kini, peneliti dari Universitas  Purdue dan University of South Carolina menunjukkan bahwa tiram  menghasilkan bahan perekat unik untuk merekatkan satu sama lain, sejenis  semen yang berbeda dengan lem yang digunakan oleh organisme laut  lainnya.
Para peneliti mempresentasikan temuan  mereka di Pertemuan Tahunan American Chemical Society 2010 di Boston,  Mass, pada 24 Agustus, dan mempublikasikan hasil temuan mereka dalam  Journal of American Chemical Society edisi September.
“Kami  ingin mempelajari bagaimana tiram menempel pada permukaan satu sama  lain, ketika membangun struktur karang,” kata ahi kimia Purdue  University, Jonathan Wilker, salah seorang peneliti utama dalam  penelitian tersebut.
“Pengetahuan tersebut dapat  membantu kita mengembangkan bahan biomedis, termasuk pengaturan perekat  bedah basah. Wawasan ini juga dapat membantu kami mencegah bioadhesion  laut untuk menjaga lambung kapal tetap bersih, sehingga mengurangi  hambatan laju kapal, konsumsi bahan bakar, dan emisi karbon."
Wilker  dan rekan-rekannya mempelajari tiram umum bagian Timur, Crassostrea  virginica, yang dikumpulkan para peneliti dari Laboratorium Bidang  Kelautan Barukh di pantai Carolina Selatan.
Dengan  membandingkan (bagian dalam dan luar) cangkang tiram dengan materi yang  me-rekatkan tiram ke tiram, para peneliti dapat menentukan komposisi  kimia dari bahan penyemen.
“Hasil penelitian kami  me-nunjukkan bahwa ada bahan perekat kimia yang berbeda merekatkan tiram  bersama-sama,” kata Wilker. “Semen secara signifikan mengandung lebih  banyak protein daripada cangkang. Kami juga mengamati baik besi maupun  oksidasi berlebihan, Cross-linked protein (protein rangkai silang), yang  mungkin memainkan peran dalam menyatukan material. “
Protein  rangkai silang merupakan tema yang muncul dalam studi materi biologi  laut, bahan utama perekat sejenis kijing/ remis, kerang, dan sekarang,  tiram. Namun, tiram menggunakan protein jauh lebih sedikit dalam perekat  mereka jika dibanding dengan bahan setara dari remis dan kerang.
Selain  komponen protein yang relatif kecil, perekat tiram tampaknya lebih  unik, sebagian besar terdiri dari kapur kalsium karbonat. Tiram  tampaknya lebih menyukai perekat yang lebih menyerupai semen keras  anorganik dan bukan seperti perekat organik dari organisme lain yang  lebih lunak.
Penelitian ini didukung oleh National  Science Foundation melalui program Chemistry of Life Processes di bawah  hibah CHE-0952928 dan Office of Naval Research melalui program  penelitian Biofouling-Control Coatings.
“Inilah  secara tepat jenis interdisipliner, penelitian mutakhir yang berusaha  kami dukung, terutama dengan melihat penelitian yang terletak di luar  subdisiplin tradisional di lapangan,” kata Dan Rabinovich, program  officer di NSF Division of Chemistry yang mendukung penelitian Wilker.  “Ini merupakan sebuah kesepakatan dengan program-program Divisi yang  disesuaikan kembali, yang tidak lagi membatasi tradisi ‘organik’,  ‘anorganik,’ ‘fisik,’ atau ‘analisis’ descriptor dalam nama mereka.”
Selanjutnya  para peneliti berharap dapat menentukan interaksi antara  komponen-komponen semen organik dan anorganik. Kemudian, ahli kimia akan  menggunakan apa yang mereka pelajari untuk membuat jenis bahan sintetis  baru beserta lapisan yang mencegah perekatan.
“Dengan  memahami bagaimana ragam organisme laut menempel pada permukaan, adalah  mungkin untuk merancang pelapisan yang secara rasional untuk menghambat  proses ini tanpa menggunakan komponen beracun,” kata Linda Chrisey,  seorang petugas di Angkatan Laut program Bioscience dan program  Biocentric Technology yang membantu membiayai penelitian. “Ini adalah  salah satu tujuan dari program penelitian Office of Naval Research’s  Biofouling-Control Coatings.”
Sumber : http://erabaru.net/era-baru 
 10.29
10.29
 Manusia Biasa
Manusia Biasa
.jpg)








 
 
 
 
 
1 komentar:
mantap broo....
Posting Komentar