Kamis, 21 Oktober 2010

Kebutuhan Bioetanol Indonesia Capai 1,4 Juta Kilo Liter/Tahun

Yogyakarta, CyberNews. Pemerintah dihimbau untuk tidak mengesampingkan pengembangan energi alternatif guna mengantisipasi menipisnya jumlah dan pasokan energi di Indonesia khususnya minyak bumi. Ditakutkan, jika pemerintah lambat dalam merespon menipisnya jumlah energi tersebut pada waktunya, nanti akan menghadapi banyak persoalan. 

"Jangan sampai menunggu jumlah minyak bumi kita habis, baru mulai berpikir energi alternatif. Mulai saat ini, energi alternatif harus terus didorong," papar Kepala Pusat Studi Energi (PSE) UGM, Prof Drs Jumina PhD, di kantornya kampus UGM, Senin (11/10).

Dia mengungkapkan, pengembangan energi alternatif sangat terbuka di Indonesia seperti bioetanol dan biodiesel untuk pengganti bahan bakar premium dan solar. Bioetanol bisa diambilkan dari tetes tebu, singkong serta rumput gajah. Sedangkan biodiesel bisa dikembangkan dari tanaman jarak atau sawit yang melimpah di Indonesia.

Digambarkan bahwa kebutuhan nasional bioetanol sekarang ini masih belum mencukupi. Kebutuhan nasional bioetanol di Indonesia mencapai 1,4 juta kilo liter/tahunnya. Sementara produksi nasional bioetanol tadi baru sekitar 240 juta liter/tahun.

Khusus rumput gajah, imbuhnya, juga cukup bagus untuk dikembangkan sebagai pengganti premium menjadi bioetanol. Rumput gajah bisa 2 kali dalam 1 tahun nya panen, cara menanamnya lebih mudah dan bisa ditanam di hampir semua lahan di Indonesia.

Disamping itu, pengembangan sumber energi lainnya seperti surya, angin dan air sangat memungkinkan dilakukan. Yang dibutuhkan tinggal kemauan baik dari pemerintah untuk melakukannya seperti yang telah dilakukan di beberapa negara seperti AS, Brazil dan China.]

Eksplorasi Energi
Dikatakan dalam konteks saat ini, pengembangan energi alternatif di Indonesia itu bisa dilakukan dengan memanfaatkan dana dari penarikan subsidi BBM bagi jenis kendaraan tertentu seperti yang digagas pemerintah sebelumya. Dalam pandangannya, kendaraan atau mobil yang misalnya memiliki cc di bawah 2.000 bisa dilakukan. Namun, jika kendaraan yang baru justru diberikan subsidi, ditakutkan langkah itu akan sulit dilakukan dalam praktek dan ditakutkan akan salah sasaran.

Selain itu, kepemilikan mobil pribadi juga perlu diatur melalui pengenaan pajak progresif. Masyarakat yang memiliki mobil lebih dari 1 misalnya, akan dikenakan pajak untuk kendaraannya itu lebih mahal lagi. Hal itu bisa dilakukan agar jumlah kepemilikan mobil bisa dibatasi dan tidak seperti saat ini yang sudah sangat berlebihan.

Prof Jumina menjelaskan, disamping pengembangan energi alternatif dengan dana penarikan subsidi BBM, langkah lain yang bisa ditempuh adalah penataan kembali pengelolaan energi terutama eksplorasi yang melibatkan pihak asing. Sejauh ini pembagian hasil eksplorasi minyak bumi lebih banyak menguntungkan pihak asing dibandingkan Indonesia. 

"Soal pengelolaan energi dalam ekplorasi minyak bumi juga harus ditata lagi. Jangan ujung-ujungnya kita terus yang rugi," kata guru besar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UGM tersebut.
( Bambang Unjianto /CN27 )


0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Favorites More